
Dalam KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa Indonesia akan mencapai 100 persen energi terbarukan dalam sepuluh tahun ke depan. Pernyataan ini diperkuat dalam KTT Group of 20 (G20), di mana Indonesia berkomitmen untuk menghentikan penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar fosil dalam lima belas tahun atau pada 2040.
Prabowo memaparkan visinya dan berencana menjadikan dekarbonisasi sistem energi sebagai misi nasional dalam 15 tahun ke depan. Di bawah kepemimpinannya, kementerian terkait harus menyusun rencana dan strategi untuk mewujudkan hal ini dalam lima tahun ke depan, dimulai tahun ini.
Perjalanan energi terbarukan Indonesia menghadapi banyak tantangan dan berjalan lambat. Pada 2014, energi terbarukan hanya berkontribusi 7 persen dari total pasokan energi. Satu dekade kemudian, angka ini baru mencapai 14 persen, masih jauh dari target 23 persen yang ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2014. Selain itu, target awal 23 persen pada 2025 kini diturunkan menjadi 17-19 persen.
Pemerintah telah menginisiasi berbagai kebijakan untuk mempercepat investasi, termasuk Peraturan Presiden No.112/2022 yang mewajibkan penghentian penggunaan batu bara pada 2050, Mekanisme Transisi Energi (ETM) untuk mendukung pensiun dini pembangkit listrik batu bara dan pengembangan energi terbarukan, serta kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai 21 miliar dolar AS.
Transisi energi Indonesia menghadapi banyak tantangan tetapi memiliki potensi besar. Dengan sumber daya energi terbarukan yang melimpah, dukungan global yang semakin kuat, serta kesiapan menuju visi Indonesia Emas 2045, negara ini memiliki alasan kuat untuk berkomitmen penuh dalam perjalanan ini di bawah kepemimpinan dan arahan Prabowo yang tegas.